Lampung Utara tengah melaksanakan seleksi terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP), sebuah momentum penting yang tidak hanya menentukan siapa yang akan duduk di kursi strategis, tetapi juga menjadi cerminan sejauh mana reformasi birokrasi benar-benar berjalan di daerah ini.
Dari 22 pelamar yang mendaftar, 19 dinyatakan memenuhi syarat administrasi. Mereka kini melangkah ke tahap berikutnya: uji kompetensi, asesmen, dan wawancara akhir. Proses ini, di atas kertas, tampak sederhana. Namun sejatinya, inilah titik krusial di mana nilai profesionalisme dan integritas diuji bukan hanya bagi peserta, tetapi juga bagi panitia seleksi dan pimpinan daerah.
Bupati Hamartoni Ahadis dan jajaran Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) patut diapresiasi karena membuka kesempatan seluas-luasnya bagi pejabat dari luar daerah untuk ikut bersaing. Prinsip “siapa yang kompeten, dia yang layak” menjadi napas utama dari semangat seleksi terbuka. Inilah praktik baik yang seharusnya menjadi budaya di setiap daerah. Meritokrasi menggantikan nepotisme, prestasi menggeser kedekatan personal.
Namun, apresiasi saja tidak cukup. Masyarakat menuntut bukti seleksi ini benar-benar berjalan transparan, akuntabel, dan bebas intervensi politik. Sudah terlalu sering seleksi jabatan berakhir dengan drama. Peserta terbaik terpinggirkan, sementara nama-nama “titipan” muncul di akhir proses. Fenomena semacam itu harus dihindari.
Lampung Utara sedang berada di persimpangan penting. Jabatan Sekretaris Daerah yang ditinggalkan Lekok bukan sekadar posisi administratif, melainkan motor penggerak seluruh roda pemerintahan. Siapa pun yang menduduki kursi itu kelak, akan menjadi figur sentral dalam mengoordinasikan kebijakan lintas organisasi perangkat daerah dan menjaga irama pelayanan publik.
Karena itu, masyarakat memiliki hak untuk tahu bagaimana proses seleksi berjalan mulai dari penilaian rekam jejak, hasil uji kompetensi, hingga pertimbangan akhir. Panitia seleksi dan pimpinan daerah wajib memastikan setiap tahapan diumumkan secara terbuka, bukan diselimuti kabut keputusan politik.
Seleksi terbuka ini sejatinya adalah cermin. Jika dilakukan dengan jujur, ia akan memantulkan wajah birokrasi yang berintegritas dan profesional. Namun jika dinodai kepentingan, ia hanya akan menjadi panggung seremonial yang artinya reformasi birokrasi masih jauh panggang dari api.
Di tengah tuntutan publik terhadap pemerintahan, Lampung Utara memiliki peluang untuk menunjukkan bahwa integritas bukan sekadar jargon. Karena jabatan bukan hadiah, melainkan amanah. Dan setiap amanah menuntut kejujuran untuk dijaga, bukan kekuasaan untuk dimenangkan.
(***)





















