Hilangnya alat kesehatan (alkes) Radiologi X-Polymobile Plus di RSUD H.M. Ryacudu Kotabumi menjadi tamparan keras bagi tata kelola aset daerah, khususnya sektor pelayanan kesehatan. Meski alat senilai Rp750 juta itu kini telah kembali dan dipastikan berfungsi normal setelah dicek langsung oleh Komisi IV DPRD Lampung Utara, Selasa (26/8/2025), persoalan ini tidak bisa selesai hanya dengan ucapan “syukur sudah kembali”.
Publik berhak tahu: bagaimana mungkin sebuah alkes vital yang nilainya ratusan juta rupiah bisa hilang tanpa jejak selama berbulan-bulan, lalu tiba-tiba kembali tanpa penjelasan yang gamblang? Jawaban singkat Plt. Direktur RSUD Ryacudu Kotabumi, Cholif Paku Alamsyah bahwa “yang penting alat sudah kembali” jelas tidak cukup. Dalam manajemen publik, transparansi dan akuntabilitas adalah harga mati.
Komisi IV DPRD Lampung Utara, memang patut diapresiasi karena sigap turun langsung memastikan keaslian sekaligus fungsi alat tersebut. Namun, DPRD juga tidak boleh berhenti hanya sebatas memastikan keberadaan. Mereka wajib mengawal proses penegakan aturan, termasuk menuntut pertanggungjawaban oknum yang diduga kuat terlibat.
Nama Tri Suartini, mantan Kepala Ruangan Radiologi, sudah disebut sebagai pihak yang diduga bertanggung jawab. Kepala Dinas Kesehatan, Maya Natalia Manan, bahkan menegaskan pengembalian alkes tidak serta merta menghapus sanksi. Bahkan, sanksi berat seperti pemberhentian tidak hormat sangat mungkin dijatuhkan. Pernyataan ini harus benar-benar diwujudkan, bukan sekadar janji.
Masalah utama bukan sekadar alat yang hilang lalu kembali. Yang jauh lebih penting adalah menutup celah penyalahgunaan aset negara dan memastikan sistem pengawasan internal berjalan. Jika kasus ini dibiarkan tanpa konsekuensi jelas, maka jangan heran jika ke depan akan muncul kasus serupa dengan alasan yang sama: “yang penting sudah kembali.”
Sudah saatnya Lampung Utara memperlakukan aset aset termasuk aset kesehatan sebagai bagian dari layanan publik yang menyangkut nyawa manusia. Hilangnya alat, sekecil apa pun, berarti ancaman langsung terhadap hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan medis yang layak.
Kasus Radiologi X-Polymobile Plus harus dijadikan momentum pembenahan serius: pengawasan yang ketat, transparansi inventarisasi, dan sanksi tegas bagi pelanggar. Sebab dalam pelayanan publik, kepercayaan masyarakat adalah modal utama yang tidak boleh hilang—dan berbeda dengan alkes, kepercayaan publik tidak akan mudah “dikembalikan” begitu saja.
(**)