Dua Narapidana Rutan Kotabumi Gagal Melarikan Diri. Satu Dirawat Intensif, Keluarga Tuding Kekerasan

Lampung Utara : Upaya pelarian dua narapidana dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Kotabumi pada Jumat, 10 Oktober 2025, berujung pada penangkapan kembali oleh petugas dibantu warga sekitar. Insiden itu memicu kekisruhan setelah salah satu napi menjalani perawatan intensif di rumah sakit pada hari berikutnya dan keluarga menuduh adanya tindakan kekerasan di dalam rutan.

Menurut keterangan resmi pihak Rutan, kedua narapidana yang mencoba kabur melalui jendela ruang klinik adalah Febran Hariansyah bin Ersan (20) dan M. Roni bin M. Tohir (20). Aksi pelarian terjadi pada sore hari ketika kedua napi memanfaatkan situasi untuk memecah kaca jendela ruang klinik dan melompat keluar. Namun, keduanya berhasil dicegah dan diamankan kembali oleh petugas dan sejumlah warga.

Awalnya kedua napi dilaporkan dalam kondisi sehat usai penangkapan. Namun sehari setelah kejadian, salah satu dari mereka harus mendapat perawatan intensif di Rumah Sakit Handayani Kotabumi. Perbedaan kronologi inilah yang kemudian memancing reaksi keluarga.

Ersan, ayah Febran, menceritakan bahwa pada kunjungan hari Rabu sebelum insiden, anaknya dalam kondisi “sehat wal afiat”. “Jumat anak saya sempat menelpon minta dibesuk Rabu mendatang dan minta uang Rp200.000 untuk biaya pindah kamar karena dirinya tak betah. Saya sanggupi. Namun tiba-tiba Sabtu saya menerima kabar anak saya dibilang meninggal,” kata Ersan kepada wartawan, dengan kebingungan keluarga atas informasi yang beredar.

Kakak Febran, Sudirman, menambahkan tuduhan serius: selain dimintai uang, adiknya diduga dipaksa tahanan lain untuk meminum air kloset. “Adik sempat dirawat di rumah sakit namun dipulangkan ke Rutan. Ketika kami jenguk, adik terbaring lemah dengan tangan diborgol; setelah kami datang baru dilepas. Ia mengeluh sakit di pinggang kanan-kiri dan kepala bagian belakang,” ujarnya, Selasa (14/10/2025).

Kepala Rutan Kelas IIB Kotabumi, Marthen Sibutar Butar, menampik adanya penganiayaan terhadap warga binaan. Marthen menyatakan pihak Rutan akan menindak tegas setiap upaya pelarian sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2015 tentang Pemasyarakatan, termasuk penggunaan kekuatan yang diatur oleh hukum bila diperlukan.

“Izin, tidak ada penganiayaan. Jika ada pihak merasa dirugikan, silakan laporkan ke pihak berwajib agar bisa ditindaklanjuti. Harus ada bukti — tuduhan tanpa dasar bisa masuk ranah pencemaran nama baik,” kata Marthen. Ia menambahkan pihak rutan akan berkoordinasi dengan Polres untuk olah TKP dan klarifikasi kronologi kejadian.

Publik dan sejumlah organisasi masyarakat meminta agar kasus ini diusut secara transparan. Ketua LSM Gempur Lampura, Ahmad Syarifudin, menyatakan pentingnya pengusutan yang akuntabel serta perlindungan hak asasi manusia narapidana selama proses pemeriksaan. “Penyelidikan harus memastikan hak-hak narapidana tetap terpenuhi. Keluarga yang berada di bawah pengawasan Rutan membutuhkan jalur pengaduan yang aman supaya tidak ragu melapor,” ujarnya.

Jika terbukti terjadi penganiayaan, pejabat atau petugas yang terlibat dapat dikenakan sanksi pidana dan administrasi. Sebaliknya, upaya pelarian narapidana juga berimplikasi pada penegakan disiplin dan tindakan hukum terhadap warga binaan. (Ayi)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *