Lawan Sifilis: Selamatkan Generasi, Mulai dari Kesadaran Diri

Jakarta : Di balik kemajuan zaman dan derasnya arus digitalisasi, Indonesia tengah menghadapi ancaman senyap: infeksi sifilis. Data terbaru dari Kementerian Kesehatan (2024) mencatat, sebanyak 23.347 orang di Indonesia terinfeksi penyakit menular seksual tersebut. Angka yang bukan hanya mengejutkan, tetapi juga menjadi alarm keras bagi kesadaran kesehatan masyarakat.

Namun, dari tantangan ini, lahir pula harapan: kesadaran baru bahwa penyakit bisa dikalahkan bila kita bersatu dan bertindak bijak.

Kesadaran adalah Kunci

Sifilis bukan penyakit baru. Tapi celakanya, ia tetap sulit terdeteksi, karena sering muncul tanpa gejala yang berarti. Luka kecil yang tak terasa sakit, ruam halus di telapak tangan atau kaki, nyeri otot, hingga rambut rontok—semua itu kerap diabaikan.

“Kalau merasa pernah berisiko atau muncul gejala, jangan ragu untuk periksa ke dokter atau fasilitas kesehatan terdekat. Penanganan dini bisa mencegah komplikasi yang lebih serius,” tegas Kemenkes dalam pernyataannya, dilansir inews.id Minggu (15/6/2025).

Tanpa pengobatan, sifilis bisa menggerogoti tubuh secara diam-diam: menyebabkan kebutaan, gangguan jantung, bahkan membuka pintu lebar bagi infeksi HIV.

Siapa Saja Bisa Terinfeksi

Masih banyak yang menganggap sifilis sebagai ‘penyakit gaya hidup’. Padahal, realitanya siapa pun bisa terinfeksi. Risiko meningkat pada mereka yang aktif secara seksual tanpa perlindungan, atau tidak rutin melakukan pemeriksaan kesehatan.

Penting untuk diketahui: penyakit ini tidak mengenal status sosial, profesi, atau usia. Ketika satu orang terinfeksi dan tidak ditangani, maka lingkaran penularan akan terus melebar.

Tindakan Kecil, Dampak Besar

Ada harapan besar dalam upaya pencegahan. WHO menyatakan bahwa penggunaan kondom latex secara tepat menjadi salah satu cara paling efektif untuk mencegah penularan sifilis. Lebih jauh lagi, pada kelompok yang sangat berisiko, penggunaan doxycycline 200 mg dalam 72 jam setelah hubungan seks berisiko terbukti dapat menurunkan angka infeksi hingga 70 persen.

Temuan ini datang dari studi di San Francisco dan Northern California—menunjukkan bahwa pencegahan bukan mitos, melainkan sains yang bisa menyelamatkan nyawa.

Dari Diam Menuju Aksi

Sifilis tidak hanya masalah medis. Ia adalah cermin dari sejauh mana kita peduli terhadap diri sendiri dan orang lain. Maka, mari berhenti menghakimi, dan mulai mendukung satu sama lain. Edukasi, keberanian memeriksakan diri, serta komunikasi terbuka dalam keluarga dan pasangan menjadi senjata utama melawan penyakit ini.

Indonesia mungkin sedang diserang sifilis, tetapi bangsa ini tidak akan kalah. Dengan kesadaran, deteksi dini, dan kepedulian kolektif, kita bisa melindungi masa depan—anak-anak, generasi muda, dan keluarga kita.

Karena mencegah bukan sekadar upaya medis. Ia adalah bentuk cinta paling sederhana namun bermakna: untuk diri sendiri, dan untuk negeri. (**)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *