Dari Yunani hingga Indonesia, mereka meninggalkan zona nyaman demi hidup yang benar-benar dijalani
Lampung Utara : Langkah besar kadang dimulai dari satu putaran pedal. Empat tahun lalu, di sebuah sudut kota di Yunani, Marco, pria Italia, dan Elza, wanita Prancis, menatap satu sama lain dengan tekad yang sama: meninggalkan kenyamanan hidup yang telah mereka bangun demi mengejar mimpi berkeliling dunia dengan sepeda.
Keputusan itu bukan main-main. Rumah dijual, mobil dilepas, seluruh aset dilikuidasi. Pekerjaan mapan pun mereka tinggalkan—Marco sebagai konsultan pertanian, Elza sebagai pekerja sosial. “Kami tidak membuat rencana detail. Kami hanya mulai mengayuh dari kilometer pertama, lalu kedua, dan seterusnya,” ujar Marco sambil tersenyum.
Tanpa peta perjalanan yang pasti, mereka berangkat dari Yunani, menembus jalur-jalur Eropa, lalu Asia. Dari hutan, pegunungan, gurun, hingga kota-kota tua, roda sepeda mereka berputar melintasi 16 negara. Perjalanan itu akhirnya membawa mereka masuk ke Indonesia melalui Dumai, Riau.
Bagi sebagian orang, perjalanan panjang itu mungkin terdengar melelahkan. Bagi Marco dan Elza, setiap peluh, setiap tanjakan, setiap rintangan adalah bagian dari cerita hidup yang tak ternilai.
Berbulan-bulan di Sumatera menjadi bab khusus dalam kisah mereka. Alamnya memukau, penduduknya ramah, dan masakannya memanjakan lidah. “Kami lebih suka jalan kecil di desa daripada jalan besar. Selain menghindari macet, kami bisa melihat keindahan alam dan bertemu banyak orang yang ramah,” kata Elza.
Mereka mengayuh melewati sawah-sawah yang menguning, tepian danau yang berkilau, dan desa-desa yang menyambut dengan senyum. Di setiap persinggahan, ada cerita baru: secangkir kopi yang ditawarkan tanpa diminta, tawa anak-anak yang mengikuti mereka bersepeda, atau percakapan hangat di beranda rumah penduduk.
Cuaca ekstrem, jalur menanjak yang menguras tenaga, dan tiga kali berganti sepeda tidak membuat mereka menyerah. “Setiap kendala adalah pengalaman berharga. Itu bagian dari petualangan,” kata Marco. Mereka belajar bahwa hidup di jalanan bukan hanya soal fisik, tetapi juga soal hati—kesediaan menerima ketidakpastian dan menemukan kebahagiaan dalam kesederhanaan.
Kisah mereka menjadi inspirasi saat dibagikan di Jambore Daerah 3 Federalist Lampung, di Lembah Bambu Kuning, Desa Abung Jayo. Di hadapan para peserta, Marco dan Elza berbagi pelajaran tentang keberanian keluar dari zona nyaman, tekad mengejar impian, dan seni menikmati perjalanan hidup.
Pesan mereka sederhana, namun mengena: “Jika punya impian, jangan ragu memulainya. Tidak semua harus direncanakan dengan sempurna—yang terpenting adalah mulai mengayuh.”
Kini, Marco dan Elza melanjutkan perjalanan mereka. Rute selanjutnya belum pasti, tapi itu bukan masalah. Sebab bagi mereka, tujuan bukanlah akhir—yang terpenting adalah setiap putaran roda yang membawa mereka menemukan dunia… dan diri mereka sendiri. (**/Ayi)