Parkir Liar di Lampung Utara Rugikan PAD dan Konsumen, Penertiban Jadi Kebutuhan Mendesak

Lampung Utara : Pengelolaan parkir di wilayah Kotabumi sebagai pusat kegiatan ekonomi di Kabupaten Lampung Utara menjadi sorotan. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang terus meningkat tidak diimbangi dengan tata kelola parkir yang tertib dan transparan, sehingga berpotensi mengurangi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan merugikan masyarakat.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung Utara tahun 2024, terdapat 19.688 mobil penumpang dan 202.600 sepeda motor yang beroperasi di wilayah tersebut. Dengan jumlah kendaraan sebesar itu, sektor parkir sejatinya memiliki potensi pendapatan yang besar. Namun realisasi PAD dari pajak parkir sepanjang 2024 hanya mencapai Rp 442.173.375, sebagaimana tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Tahun 2025 atas realisasi APBD Kabupaten Lampung Utara.

Minimnya pendapatan dari sektor parkir salah satunya disebabkan maraknya praktik parkir liar atau aktivitas juru parkir yang tidak memberikan karcis/ tanda retribusi resmi kepada pengendara.

“Masih banyak kantong-kantong parkir yang beroperasi tanpa karcis resmi. Ini indikasi kuat kebocoran PAD,” ungkap Syahbudin Hasan
Ketua IKAPA (ikatan keluarga Pakuon Agung) yang juga pernah menjabat sebagai Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen.

Selain menurunkan PAD, keberadaan parkir liar juga merugikan masyarakat. Ketika terjadi kehilangan kendaraan atau barang berharga di area parkir, konsumen kesulitan mengajukan tuntutan karena tidak memiliki bukti retribusi parkir.

Sesuai prinsip perlindungan konsumen dan sistem hukum pembuktian, tanda bukti retribusi merupakan dokumen sah bahwa transaksi parkir terjadi secara legal. Tanpa karcis, pemilik kendaraan tidak dapat membuktikan bahwa mereka menggunakan layanan parkir yang dikelola secara resmi oleh pemerintah atau pihak berwenang.

“Tanpa karcis resmi, status juru parkir dapat dipertanyakan. Bisa jadi dia juru parkir ilegal, atau juru parkir resmi yang tidak menyetor hasil pungutan,” kata Syahbudin

Situasi ini membuat pemilik kendaraan berada pada posisi lemah. Tanpa tanda retribusi, mereka tidak memiliki dasar untuk mengajukan gugatan atau klaim asuransi jika terjadi kehilangan atau kerusakan.

Dengan kondisi ini, penertiban dan digitalisasi pengelolaan parkir dinilai menjadi kebutuhan mendesak untuk, meningkatkan transparansi, menekan praktik pungutan liar, memastikan setoran PAD sesuai potensi sebenarnya, serta
memberikan perlindungan bagi konsumen.

Syahbudin berharap Pemerintah daerah diharapkan dapat melakukan pemetaan kantong parkir, penindakan terhadap parkir ilegal, serta memastikan seluruh petugas menerapkan sistem retribusi resmi dan memberikan karcis kepada pengguna jasa parkir.

(Ipul/Ayi)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *