Bandarlampung: Proses Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun 2025 di SMA Negeri 2 Bandar Lampung menuai polemik. Sejumlah warga, terutama dari Kelurahan Gotong Royong yang tinggal sangat dekat dengan sekolah tersebut, merasa dirugikan oleh sistem seleksi jalur domisili. Salah satu tokoh masyarakat dan politisi senior Lampung, Drs. H. Azwar Yacub, secara terbuka menyampaikan kekecewaannya setelah putra kandungnya, Ahmad Syahruddin Yacub, tersingkir dari daftar seleksi meski rumahnya hanya berjarak sekitar 50 meter dari sekolah.
“Saya kecewa dan emosi melihat kinerja panitia SPMB tahun ini, terutama pihak SMA N 2 Bandar Lampung. Bayangkan, rumah saya hanya tiga menit jalan kaki ke sekolah. Tapi anak saya malah tidak lolos. Ini sangat aneh dan tidak masuk akal,” ujar Azwar Yacub dengan nada geram, Selasa (17/6/2025).
Menurut Azwar, pada saat mendaftar secara daring pada Senin (16/6), nama putranya berada di posisi ke-45 dalam daftar seleksi. Namun secara mengejutkan, pada keesokan harinya, Selasa pukul 17.00 WIB, nama Ahmad Syahruddin Yacub mendadak hilang dari daftar penerimaan.
Yang lebih membingungkan, lanjut Azwar, terdapat peserta seleksi lain yang berdomisili jauh—berjarak antara 1.000 hingga 2.000 meter dari sekolah—namun justru berada di posisi teratas dan tetap lolos seleksi.
“Ini jelas-jelas bertentangan dengan aturan zonasi yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan. Jalur domisili harusnya memprioritaskan siswa yang tinggal paling dekat dengan sekolah. Kalau sistemnya seperti ini, sebaiknya kita evaluasi total,” tambah Azwar Yacub yang juga mengancam akan membawa persoalan ini ke Gubernur Lampung dan Dinas Pendidikan Provinsi.
Saat dihubungi oleh wartawan melalui sambungan telepon, Kepala Sekolah SMA N 2 Bandar Lampung, Dra. Sevensari, tidak memberikan tanggapan. Hingga berita ini diturunkan, upaya konfirmasi masih dilakukan.
Sementara itu, puluhan warga Kelurahan Gotong Royong bersama tokoh masyarakat dan pamong setempat mendatangi SMA N 2 Bandar Lampung untuk menuntut penjelasan dari pihak sekolah. Mereka menyesalkan sistem seleksi yang dianggap mengabaikan keberadaan warga sekitar.
“Kami kecewa, SMA N 2 berdiri di wilayah kami tapi anak-anak kami tidak diberi kesempatan. Rata-rata yang diterima justru dari luar kelurahan. Ini sangat tidak adil,” ujar salah seorang Ketua RT yang turut hadir dalam aksi protes warga.
Hingga kini, belum ada klarifikasi resmi dari pihak sekolah mengenai teknis penghitungan jarak atau penyebab tersingkirnya sejumlah pendaftar dari jalur domisili.
Protes warga ini mencerminkan keprihatinan terhadap pelaksanaan sistem zonasi yang semestinya mengedepankan asas keadilan dan keberpihakan kepada warga sekitar sekolah. Pemerintah Provinsi Lampung dan instansi terkait diharapkan turun tangan mengusut dugaan ketidakwajaran dalam proses seleksi tersebut. (**)