Jakarta: Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (30/4), guna membahas kesiapan pelaksanaan program unggulan Sekolah Rakyat. Didampingi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan jajaran Kabinet Merah Putih, Presiden menekankan pentingnya perencanaan matang berbasis data demi menjangkau keluarga miskin dan miskin ekstrem, khususnya dari kelompok Desil 1.
“Perencanaan harus detail dan menyeluruh, mulai dari tahap awal hingga kelulusan siswa. Kita ingin ini menjadi model pendidikan yang tepat sasaran dan berkualitas,” tegas Presiden dalam arahannya.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) melaporkan bahwa program Sekolah Rakyat akan dimulai di 53 lokasi yang telah ditetapkan, berdasarkan kajian kerentanan sosial. “Arahan Presiden sangat jelas: jangan asal-asalan. Kita pastikan titik-titik ini siap secara teknis dan sosial,” ujarnya usai rapat.
Presiden juga memberi perhatian khusus pada proses rekrutmen siswa. Ia menegaskan bahwa seleksi harus ketat dan bebas dari penyimpangan. “Jangan sampai ada yang menyusup. Sekolah Rakyat ini untuk mereka yang benar-benar membutuhkan,” tegasnya.
Pemerintah juga menyiapkan pengembangan program di 200 titik tambahan yang kini sedang dalam tahap survei oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Prioritas diberikan kepada daerah miskin dengan kesiapan infrastruktur dasar dan ketersediaan lahan.
Dari sisi pendidikan, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti menjelaskan bahwa rekrutmen tenaga pendidik dilakukan secara terintegrasi untuk guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan, dengan memanfaatkan ASN dan PPPK.
“Kurikulumnya fleksibel dengan sistem multi-entry dan multi-exit. Ini memungkinkan siswa belajar sesuai kondisi mereka. Pendidikan tetap formal, tapi adaptif,” ungkap Abdul Mu’ti.
Dukungan data menjadi fondasi penting. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, menyebut program ini sebagai wujud nyata dari kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy). BPS turut memetakan lokasi melalui data SUSENAS dan DTSEN.
“Mayoritas dari 53 titik usulan memang berada di kantong kemiskinan dan memiliki populasi usia sekolah yang belum mengenyam pendidikan. Ini kebijakan yang berpijak pada realitas,” jelasnya. (**)