Proyek Rp8,2 Miliar Diduga Sarat Manipulasi dan Penyimpangan Teknis
Bandar Lampung : Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung resmi menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Air Minum dan perluasan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kabupaten Pesawaran tahun anggaran 2022.
Salah satu yang terseret adalah mantan Bupati Pesawaran, Dendi Ramadhona.
Selain Dendi, penyidik juga menetapkan Zainal Fikri, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pesawaran, serta tiga pihak rekanan masing-masing berinisial SA, S, dan AL.
Para tersangka keluar dari ruang Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung pada Selasa (28/10/2025) malam sekitar pukul 23.48 WIB setelah menjalani pemeriksaan intensif.
“Ada lima tersangka yang kami tetapkan. Satu di antaranya adalah mantan Bupati Pesawaran. Mereka diduga berperan dalam penyimpangan pelaksanaan DAK Fisik Bidang Air Minum,”
— Kasi Pidsus Kejati Lampung, Armen Wijaya
Kasus ini bermula pada tahun 2021, ketika Pemerintah Kabupaten Pesawaran melalui Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) mengajukan usulan DAK Fisik Air Minum ke Kementerian PUPR senilai Rp10 miliar.
Dari pengajuan itu, pemerintah pusat menyetujui Rp8,2 miliar untuk kegiatan tahun anggaran 2022.
Namun, sebelum pelaksanaan, terjadi perubahan kewenangan organisasi: kegiatan yang semula menjadi tanggung jawab Dinas Perkim dialihkan ke Dinas PUPR.
Setelah dialihkan, Dinas PUPR menyusun perencanaan baru yang tidak sesuai dengan rencana awal yang telah disetujui oleh Kementerian PUPR.
“Perubahan perencanaan ini menimbulkan penyimpangan teknis di lapangan. Pelaksanaan proyek tidak sesuai spesifikasi dan tujuan program pun tidak tercapai,” jelas Armen.
Dari hasil penyidikan, Kejati Lampung menemukan adanya peran aktif pihak swasta yang menggunakan perusahaan pinjaman bendera untuk mengerjakan proyek jaringan perpipaan tersebut.
Perusahaan fiktif ini diduga hanya digunakan untuk memuluskan pencairan dana, sementara pekerjaan dilakukan oleh pihak lain tanpa standar teknis memadai.
“Para tersangka bekerja sama dalam pelaksanaan kegiatan yang menyimpang dari ketentuan. Akibatnya, negara mengalami kerugian dan masyarakat tidak merasakan manfaat program,” ungkap Armen.
Kelima orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka melalui Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-17 hingga TAP-21/L.8/Fd.2/10/2025, tertanggal 27 Oktober 2025.
Mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Secara subsidiair, juga disangkakan melanggar Pasal 3 UU Tipikor.
“Penyidikan masih terus berjalan. Tidak menutup kemungkinan ada tersangka lain atau penerapan pasal tambahan,” tegas Armen. (**)





















