AI Menggempur Dunia Jurnalistik, PWI Ingatkan Wartawan Tetap Jadi Penjaga Kebenaran

Bandar Lampung : Arus kecerdasan buatan (AI) semakin deras memasuki ruang redaksi media. Mulai dari membuat ilustrasi, mengolah data hingga merapikan tulisan, teknologi ini kian akrab dalam proses kerja jurnalistik. Namun di tengah kemudahan tersebut, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Akhmad Munir, mengingatkan bahwa wartawan tidak boleh kehilangan pijakan. Kebenaran adalah fondasi yang tak bisa digantikan mesin.

Berbicara dalam Diskusi Arus Kecerdasan Buatan di Kantor PWI Lampung, Senin (17/11/2025), Munir mengatakan AI memang menawarkan efisiensi luar biasa. “AI bisa sangat membantu, baik dalam membuat ilustrasi, gambar atau foto, membantu riset, hingga pengumpulan data seperti data UMKM, pendapatan daerah, angka pengangguran, dan lain-lain,” ujarnya.

AI juga memudahkan distribusi konten di berbagai platform digital sesuatu yang sebelumnya memakan waktu panjang. Namun kemudahan itu menyimpan ancaman terselubung. Munir menegaskan, AI hanyalah mesin yang mengolah data tanpa kemampuan memilah benar dan salah.

“Sering kali data yang dihimpun itu tidak akurat, bahkan salah,” katanya mengingatkan. Di sinilah, menurutnya, fungsi verifikasi wartawan harus semakin diperketat.

Munir menegaskan karya jurnalistik tetap wajib tunduk pada Kode Etik Jurnalistik. Objektif, akurat, dan memiliki tanggung jawab moral serta etika.

“Inilah tantangannya. Karena AI itu mesin, maka wartawan harus mensucikan fakta, memastikan akurasi, dan memverifikasi setiap data dengan teliti,” tegasnya.

Ia mencontohkan, AI dapat menyerap data privat atau dilatih untuk mendukung gagasan tertentu yang sifatnya diskriminatif. Jika wartawan tidak berhati-hati, bias semacam ini berpotensi merusak independensi dan netralitas pemberitaan.

Munir melanjutkan bahwa AI tidak boleh menggeser posisi wartawan sebagai aktor utama dalam proses jurnalistik.

“Bukan berarti wartawan harus anti-AI, tapi penggunaannya harus disesuaikan dengan kaidah jurnalistik,” ujarnya.

Menurutnya, wartawan tetap menjadi benteng terakhir jurnalisme. AI dapat membuat visual dan membantu riset, namun tidak punya rasa, empati dan nurani hal-hal yang menjadi inti profesi wartawan.

“Jiwa wartawan itu adalah observasi. AI bisa membantu kita berinovasi, tetapi yang terpenting adalah memastikan semua tetap sesuai Kode Etik Jurnalistik demi menyajikan karya terbaik,” tandasnya.

(Rls/*)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *