Tapal Batas Memanas: Mulang Maya vs Curup Guruh Kagungan. Sejarah Panjang, Peta Lama, dan Tarik-Menarik Kepentingan

Lampung Utara: Persoalan tapal batas antara Desa Mulang Maya dan Curup Guruh Kagungan, Kabupaten Lampung Utara, kembali memanas. Musyawarah yang difasilitasi camat, perangkat daerah, tokoh adat, dan masyarakat hingga kini belum membuahkan titik temu, meski pemerintah daerah menyarankan penyelesaian agar dilakukan sesuai aturan perundang-undangan.

Bagi masyarakat adat Mulang Maya, konflik ini bukan sekadar soal garis pemisah. Mereka berpegang pada sejarah panjang desa yang diyakini berdiri jauh sebelum kabupaten—bahkan sebelum Republik Indonesia lahir.

“Mulang Maya ini ada sebelum kabupaten ini ada, bahkan sebelum Republik ini ada. Sudah jelas saya sampaikan, ikuti peta lama yang terakhir dibuat,” tegas Ilham Puncak gelar Sutan Ratu Sang Diwo Tuho Tuan Yang Besar Raja Yang Sakti, tokoh adat setempat.

Peta lama yang dimaksud dianggap dokumen autentik penentu wilayah, warisan kesepakatan para tokoh adat saat Desa Curup Guruh Kagungan baru terbentuk. Tokoh masyarakat M. Junaidi mengingatkan, pada 1982 seluruh ganti rugi pengairan ditangani Kepala Desa Mulang Maya. “Saat pembentukan Desa Curup, Simpang PLN dan Ujung Batu masih hutan,” ujarnya.

Tokoh lain, Heri Suherman, menambahkan bahwa pada 2006 Kepala Desa Curup kala itu, Stan Bintang, pernah menunjukkan peta asli yang hanya memuat dua dusun: Dusun Curup Guruh (masuk SD) dan Dusun Sinar Kagungan.

Warga Mulang Maya menolak tegas kemungkinan perubahan peta yang dinilai dapat menggeser luas wilayah dan memicu sengketa baru.
“Tidak boleh ada pergeseran apalagi perubahan luas wilayah. Itu akan membuka pintu konflik,” tegas seorang warga dalam musyawarah.

Pemerintah daerah menegaskan penyelesaian tak boleh berlarut. Asisten I Kabupaten Lampung Utara, Mat Sholeh, menyebut sengketa batas desa harus tuntas maksimal enam bulan sesuai regulasi.
“Sengketa harus diselesaikan melalui musyawarah, difasilitasi tim penetapan dan penegasan batas desa,” ujarnya. Kini, tersisa tiga bulan bagi tim untuk mengumpulkan dokumen dan bukti sebelum keputusan final diambil.

Keputusan akhir akan menentukan tidak hanya garis di atas peta, tetapi juga arah pembangunan, distribusi dana desa, dan legitimasi kepemimpinan di wilayah perbatasan. Kejelasan tapal batas menjadi krusial bagi pelayanan masyarakat, kewenangan pemerintahan, dan kepastian hak adat.

Pemerintah Kabupaten Lampung Utara berharap musyawarah lanjutan segera menghasilkan kesepakatan terbaik demi menghindari konflik berkepanjangan dan memastikan pembangunan kedua desa berjalan tanpa hambatan. (Ayi)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *