Menggugat Eksistensi Organisasi Keagamaan Minim Peran Kebangsaan

Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil.

NU dan Muhammadiyah melalui kebariannya mengklaim sebagai kelompok organisasi keagamaan Islam paling banyak umat, dapat menjadi dalih kedua organisasi tersebut memiliki peran dalam kehidupan bernegara. Selain itu, sektor pendidikan, jabatan politik dan partai menjadi bukti lain eksistensi dalam bentuk peran kebangsaan.

Namun ternyata banyak kelompok keagamaan yang justru berpotensi menciptakan masalah dan jauh dari manfaat dan faedah. Sebab hanya menjadi potensi perpecahan, tidak hanya dalam agama namun sekaligus berbangsa, maka beberapa organisasi tersebut layak untuk dipertimbangkan kelangsungan sepak terjangnya dalam kehidupan bernegara di Indonesia.

Artinya, jika memang mereka komitmen terhadap negara, maka secara an sich harus mengikuti ketentuan dan mendukung persatuan dan bukan memfasilitasi perpecahan. Begitu pun sebaliknya, jika mereka teguh dengan organisasi mereka, baik secara ajaran (doktrin) maupun langkah dakwah, maka sebaiknya menyingkir dari negara ini serta pemerintah harus memberikan keputusan dengan identifikasi dan pertanggungjawaban hukum terhadap mereka.

Meski memiliki spesifikasi khusus terhadap ajaran dan gerak organisasi dan agama, secara umum, kelompok ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu masyarakat dalam kelompok agama tanpa organisasi dan dengan organisasi. Keduanya memiliki kecenderungan sama, yaitu minim loyalitas terhadap berbangsa dan bernegara sehingga condong kepada kelompok sesama, berikutnya peran mereka juga berkutat pada kepentingan kelompok dan bukan orientasi kebangsaan yang seharusnya diutamakan yang justru selama ini dan ke depannya berpotensi menggerogoti.

Berikut beberapa kelompok yang keagamaan sesuai dengan identifikasi penerasi di atas, di antaranya:
Satu, LDII. Kelompok ini jelas membawa kerusakan di masyarakat dengan langkah yang mereka sebut dakwah namun dilakukan dengan cara “bawah tanah”. Berbekal poin ajaran, mereka tidak segan bersikap tegas melaksanakan apa yang menjadi poin ajaran mereka meski berpotensi menciptakan keresahan di masyarakat. Mereka meyakini hal tersebut bagian dari konsekuensi dakwah mereka.

Meski demikian, secara organisasi mereka sebenarnya tidak segan memunculkan diri di permukaan dengan membangun masjid, layanan sosial masyarakat, namun lagi-lagi, hal tersebut terkonsentrasi kepada kepentingan kelompok mereka. Repotnya, anggota mereka menjalankan ajaran tersebut secara massif di tengah-tengah masyarakat sebagai orang yang menjalankan agama, ketika dicermati usaha mereka justru bermuara kepada ajaran mereka semata yang mereka “pertahankan” secara teguh yang justru bisa jadi masalah bagi masyarakat seperti memunculkan kejengkelan tidak hanya kepada agama namun juga berpotensi kepada kehidupan berbangsa seperti etnis berikutnya prasangka-prasangka dalam bernegara.

Gerak mereka adalah tiba-tiba dengan modal “pertahanan” mereka selama ini. Namun pada saat tidak terduga tersebut, secara mengejutkan ternyata mereka berkutat dengan paham mereka sampai berpengaruh secara sosial bahkan adat dan struktural yang diberlakukan di tengah-tengah masyarakat. Langkah tersebut bisa mereka tempuh dengan peran perempuan, anak-anak dalam berbagai sektor, seperti perdagangan, pendidikan atau lainnya.

Dua, Jamaah Tabligh. Nah, kelompok ini sebenarnya cukup halus namun eksistensi mereka berpotensi masalah dapat teridentifikasi dengan keilmuan sufistik dan filosofis. Sebab mereka tidak mengutamakan keilmuan khas dunia sebab dipandang hina, maka disiplin Tasawwuf dan Filsafat menjadi kuncinya.

Semisal mereka menghindari dunia, namun banyak dari mereka yang kaya dan banyak anak. Tidak sedikit dari mereka justru mempertontonkan kelebihan material mereka, mungkin dengan dalih pertahanan atau perlawanan terhadap orang di luar pemahaman mereka, namun hal ini kontras dengan semangat awal melawan kepentingan dunia sebab menjadi bertentangan dan cenderung hipokrit.

Tiga, Salafy. Salafy atau Wahabi sebenarnya sudah cukup lama meresahkan khususnya terkait pembawaan dakwah mereka yang dirasa kurang beretika dan menimbulkan ketidaknyamanan baik dalam beragama maupun berbangsa dan bernegara di Indonesia. Relatif berdekatan dengan kelompok yang membawa semangat ajaran Islam, namun lantaran Salafy tidak sebagaimana kelompok pemurnian Islam lainnya yang terorganisir struktural, ideologi yang dibawa masih menjadi persoalan untuk dibiarkan berkembang di Indonesia. Keilmuan yang diusung dapat menjadi masalah ideologis bagi bangsa ini.

Empat, tareqat. Sebagian besar kelompok ini adalah para habib Indonesia. Meski mulia namun penuh intrik. Di mata awam, hal tersebut dapat menimbulkan perasaan tertipu. Sebab demikian, tertipu jenis ini termasuk tertipu secara sukarela karena kemuliaan tadi. Namun penuh intrik dalam kemuliaan tersebut dapat menjadi suatu usaha monopoli kebenaran. Sesungguhnya, usaha tersebut perlu adanya kenyataan dalam kebenaran yang sesungguhnya.

Bangsa dan negara Indonesia dibangun di atas dasar agama yang murni sehingga memudahkannya tumbuh dan berkembang dalam bentuk kedaulatan dengan berbagai konsekuensinya. Baik skala nasional maupun internasional, Indonesia tidak dapat dimonopoli oleh kelompok tertentu meski atas nama agama. Maka pentertiban terhadap kelompok keagamaan tersebut menjadi penting sebagai langkah komitmen dalam berbangsa dan menjalankan kehidupan bernegara Indonesia.

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *