Fenomena Aphelion Mulai Terjadi, Cuaca Lebih Dingin dari Biasanya. Berpotensi Picu Gangguan Kesehatan

Jakarta ; Sejak Jumat pagi (11/7/2025) pukul 05.27 WIB, Indonesia dan wilayah Bumi lainnya mulai mengalami fenomena astronomi tahunan yang dikenal sebagai Aphelion. Fenomena ini terjadi saat posisi Bumi berada pada titik terjauh dari Matahari dalam orbit elipsnya.

Secara ilmiah, jarak rata-rata Bumi ke Matahari adalah sekitar 150 juta kilometer. Namun dalam kondisi Aphelion, jaraknya bertambah hingga sekitar 152 juta kilometer, atau sekitar 60% lebih jauh dibanding kondisi Perihelion (titik terdekat Bumi ke Matahari).

Meski tidak dapat disaksikan langsung dengan mata telanjang, masyarakat dapat merasakan dampaknya secara fisik. Salah satu gejala paling nyata adalah penurunan suhu udara di berbagai wilayah, terutama saat pagi dan malam hari.

“Fenomena ini diperkirakan berlangsung hingga awal Agustus mendatang. Selama periode tersebut, masyarakat akan merasakan cuaca yang lebih dingin dari biasanya, yang bisa berdampak pada kesehatan seperti meriang, batuk, flu, hingga gangguan pernapasan bagi kelompok rentan,” ujar seorang praktisi kesehatan lingkungan.

Pakar cuaca dan astronomi mengimbau masyarakat untuk tidak panik, karena Aphelion merupakan fenomena alam yang terjadi setiap tahun. Namun, menjaga daya tahan tubuh tetap penting. Konsumsi vitamin, suplemen, makan bergizi seimbang, serta istirahat yang cukup menjadi langkah antisipatif agar tubuh tetap sehat selama masa ini.

“Perubahan suhu yang cukup ekstrem bisa membuat tubuh kurang nyaman, apalagi bagi mereka yang tidak terbiasa dengan udara dingin. Maka dari itu, persiapan tubuh menjadi penting,” tambahnya.

Dengan jarak 152 juta kilometer dari Matahari, sinar matahari memang membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai Bumi, meski hanya beberapa detik perbedaan dari biasanya. Namun dampaknya tetap signifikan dalam hal perubahan iklim mikro, khususnya di daerah tropis seperti Indonesia.

Masyarakat juga diimbau untuk memperhatikan kondisi kesehatan anak-anak, lansia, dan mereka yang memiliki penyakit bawaan, karena kelompok ini lebih rentan terhadap perubahan cuaca ekstrem. (*)

Posting Terkait

Jangan Lewatkan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *