Jakarta: Setiap tanggal 22 Juli diperingati sebagai Hari Bhakti Adhyaksa atau Hari Kejaksaan Nasional. Pada tahun 2023, tema peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke-63 adalah “Penegakan Hukum yang Tegas dan Humanis Mengawal Pembangunan Nasional”.
Indonesia memiliki sederet jaksa hebat yang berkontribusi terhadap kemajuan Indonesia. Di antaranya, terdapat beberapa jaksa yang dianggap legendaris, karena memiliki sikap tegas, berani, dan sangat antikorupsi. Mereka juga pionir dari lembaga negara yang saat ini aktif.
Dilansir dari Okezone.com berikut adalah 3 jaksa legendaris Indonesia:
1. Gatot Taroenamihardja
Gatot adalah Jaksa Agung Republik Indonesia yang pertama. Ia menjabat pada 12 Agustus sampai 22 Oktober 1945. Gatot sempat mengeluarkan satu maklumat dan sebuah instruksi pada 1 Oktober 1945. Maklumat yang dikemukakan Gatot adalah mengenai kedudukan struktural kejaksaan dalam lingkungan Departemen Kehakiman, dengan Jaksa Agung sebagai pemegang pimpinan Kepolisian Kehakiman.
Sementara, dalam instruksinya Gatot dengan tegas mengemukakan bahwa Kepala Kepolisian RI harus bertindak lebih tegas dalam menjaga keamanan negara. Khususnya terhadap pihak Belanda yang ingin mengganggu keutuhan Indonesia
Gatot juga merupakan jaksa pertama yang memegang jabatan jaksa agung sebanyak dua kali. Pada 1 April 1959, Gatot kembali diangkat sebagai Jaksa Agung di tengah situasi politik yang memanas.
Saat itu, Konstituante gagal membentuk UUD pengganti UUD 1945, timbulnya pemberontakan DI/TII, PRRI, serta usaha untuk mengembalikan Irian Barat dalam NKRI. Seperti pada jabatan yang pertama, masa bakti Gatot sebagai Jaksa Agung untuk kedua kalinya ini juga berlangsung singkat.
2. Baharuddin Lopa
Jaksa Agung Indonesia periode 2 Juni – 3 Juli 2001, Baharuddin Lopa, adalah seorang yang sangat berani dan amanah dalam menjalankan tugasnya. Selain sebagai Jaksa Agung, pria kelahiran Polewali Mandar pada 3 Juli 1935 ini juga pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Arab Saudi.
Keberanian Lopa membuat Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menunjuknya sebagai Jaksa Agung. Lopa dipercaya bisa menangani kasus-kasus korupsi dengan nilai fantastis. Salah satu kasus yang ditanganinya adalah kroni Soeharto.
Di usianya yang baru menginjak 23 tahun, Lopa sudah menjadi jaksa di Kejaksaan Negeri Makassar. Tahun 1959, ia diangkat menjadi Bupati Majene pertama. Saat menjalankan tugasnya sebagai bupati itulah, Lopa mendapati banyak pihak yang ingin menyuapnya. Dengan tegas, Lopa menolak hal itu dan tetap fokus bekerja untuk rakyat. Meskipun banyak mendapat ancaman, Lopa tak pernah takut.
Pada 9 Februari sampai 2 Juni 2001, Lopa didapuk menjadi Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI ke-23. Ia sempat menjebloskan seorang pengusaha kayu dan Bob Hasan (mantan Menteri Perindustrian) ke dalam penjara.
Lopa dikenal sebagai pribadi yang sangat sederhana. Tempat tinggalnya di Pondok Bambu tidak terlalu besar. Saat bepergian dan beraktivitas, ia setia menggunakan mobil lamanya yang ia beli secara kredit.
Walaupun mempunyai jabatan tinggi dan menjadi orang penting di negeri ini, Lopa tidak mengizinkan keluarganya untuk menikmati fasilitas yang diberikan negara. Contohnya, ia melarang istrinya, Indrawulan Majid Tongai, saat ingin menggunakan motor dinasnya untuk belanja ke pasar.
Lopa meninggal dunia pada 3 Juli 2001, dalam usia 66 tahun di Riyadh, Arab Saudi. Mengutip laman resmi Kejaksaan Republik Indonesia, Lopa diketahui menderita gangguan pada jantung.
3. Kasman Singodimedjo
Legenda jaksa Indonesia selanjutnya adalah Kasman Singodimedjo. Ia menjadi Jaksa Agung pada 6 November 1945 – 6 Mei 1946. Kasman lahir di Purworejo, 25 Februari 1904.
Melansir laman IKPNI (Ikatan Keluarga Pahlawan Indonesia), Kasman diangkat sebagai Ketua KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat). Lembaga tersebut terbentuk secara resmi pada 29 Agustus 1945 dan menjadi lembaga parlemen pertama di Indonesia. KNIP adalah embrio DPR yang kini eksis.
Kasman menjadi Jaksa Agung menggantikan Gatot Taroenamihardja. Dalam masa jabatannya itu, Kasman mengeluarkan maklumat Jaksa Agung No. 3 tanggal 15 Januari 1946. Isinya tertuju pada Gubernur, Jaksa, dan Kepala Polisi untuk membuktikan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Ia juga menekankan, Indonesia merupakan negara yang selalu menyelenggarakan pengadilan yang cepat dan tepat. Berbagai perkara kriminal yang ditangani, harus segera diselesaikan.
Kasman Singodimedjo juga mantan Menteri Muda Kehakiman pada Kabinet Amir Sjarifuddin II. (*)